Laman

Kamis, 04 Juni 2015

Wayang Bengkong Sebagai Wayang Keluarga di Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang

SOLIDARITY 3 (1) (2015)

SOLIDARITY

PEWARISAN WAYANG BENGKONG SEBAGAI WAYANG KELUARGA
(STUDI KASUS DESA KAJAR KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG)

Novi Puspitasari, Totok Rochana dan Asma Luthfi
novpuz@gmail.com*

Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel
________________
SejarahArtikel:
Diterima
Disetujui
Dipublikasikan
________________
Keywords:
Family,
Inheritance, Wayang Bengkong.____________________
Abstrak
___________________________________________________________________
Wayang Bengkong merupakan wayang langka yang diwarisi oleh sebuah keluarga. Keberadaan wayang ini masih terpelihara sangat baik oleh sebuah keluarga di Desa Kajar. Tujuan penelitian ini untuk membahas proses pewarisan Wayang Bengkong di dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian di Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Teknik pengumpulan data penelitian dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Wayang Bengkong memberikan fungsi bagi keluarganya, dan dalam proses pewarisan ada beberapa cara yang dilakukan oleh keluarga seperti melalui narasi lisan, saat pementasan serta peran dari keluarga pemilik Wayang Bengkong. Hambatan yang dialami keluarga pemilik dalam proses pewarisan yaitu rendahnya minat generasi muda di keluarga pemilik Wayang Bengkong, kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesenian Wayang Bengkong serta masyarakat kurang antusias terhadap kesenian Wayang Bengkong. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut adalah menumbuhkan kesadaran generasi muda keluarga pemilik Wayang Bengkong, memperkenalkan kepada pemerintah tentang kesenian Wayang Bengkong serta mengadakan kerjasama dengan sejarawan dan budayawan.
Abstract
___________________________________________________________________
Wayang Bengkong is puppet rare inherited by a family. The existence of a puppet still preserved very well by a family in Kajar village. This research is aimed to discuss the process of the inheritance of acquired Wayang Bengkong show in the family the owner Wayang Bengkong. The method used in this research is qualitative with the approach case study. The technique of collecting data by observation, interview and documentation. The validity of research is obtained by triangulation of data. Analysis of data in research is collecting data, reduction of data, presentation of data, and the withdrawal of a conclusion or verification. The result of research showed that the Wayang Bengkong existence provide for the family, and in the process inheritance through the narrative by word of the mouth, and Wayang Bengkong show when there as the role of Wayang Bengkong’s family. The obstacles inheritance is in the interest of Wayang Bengkong family’s, Wayang Bengkong lack of attention of the public toward art and Wayang Bengkong lack of enthusiasm on the traditional puppet. While the efforts to deal with the problem is growing awareness of the younger generation, Wayang Bengkong introduced about the puppet art and cultural cooperation with an historian.
© 2015UniversitasNegeri Semarang

*Alamatkorespondensi:
Gedung C7  Lantai 1  FIS Unnes
KampusSekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
   E-mail: unnessosant@gmail.com
ISSN 2252-7133


PENDAHULUAN

Masyarakat Desa Kajar termasuk masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan Kabupaten Rembang.Mayoritas mata pecaharian masyarakat sebagai petani yang masih bergantung pada kebaikan alam, agama yang dianut masyarakat Kajar adalah agama Islam.Menurut sejarah lokal, Desa Kajar merupakan desa peninggalan dan petilasan zaman Majapahit.Situs-situs sejarah banyak ditemui di desa ini termasuk di dalamnya sebuah kesenian tradisional langka.Kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Desa Kajar merupakan satu warisan leluhur yang berupa kesenian tradisional wayang yang masih terpelihara dengan baik oleh sebuah keluarga yaitu keluarga Bapak Kamin Munawar.
Wayang Bengkong termasuk salah satu dari jenis wayang menurut asal daerah.Wayang ini berasal dari daerah pegunungan di Kabupaten Rembang tepatnya di Dukuh Ngeblek Desa Kajar Kecamatan Lasem.Kesenian wayang dalam masyarakat selain sebagai wujud tradisi kebudayaan juga dijadikan sebagai sarana hiburan.Pertunjukan kesenian wayang dapat dinikmati dan diakses oleh semua lapisan masyarakat, dalam masyarakat kesenian wayang dianggap mempunyai kedudukan penting.Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan manusia untuk hidup selaras, harmonis dan bahagia. Dalam wayang ditampilkan contoh-contoh perilaku baik dan jahat, namun pada akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh kebaikan. Pada hakikatnya pementasan wayang mengandung nilai-nilai dan filosofi yang tersembunyi.Pementasan wayang dijadikan masyarakat sebagai tontonan serta tuntutan, termasuk juga kesenianWayangBengkong.
Wayang Bengkong merupakan wayang keluarga ditemukan dalam kurun waktu yang sangat lama sekitar tahun 1925-an oleh canggah dari keluarga besar pemilik Wayang Bengkong yaitu Bapak Kamin Munawar.Keluarga Bapak Kamin mewarisi wayang ini sebagai wayang warisan leluhur yang diturunkan secara turun menurun dari generasi kegenerasi silsilah keluarga.Kondisi Wayang Bengkong tidak pernah mengalami kepunahan, wayang ini masih terawat sehingga tidak pernah mengalami kerusakan hingga saat ini.Wayang Bengkong merupakan jenis wayang yang keluar dari pakem wayang Jogja dan wayang Solo.Dalam pementasannya, wayang ini tidak bercerita tentang kisah Mahabarata dan Ramayana melainkan bercerita tentang keperluan dari penanggap Wayang Bengkong.
Wayang Bengkong ini termasuk dalam tiga dari wayang langka yang dimiliki Jawa Tengah, dua diantaranya yaitu wayang klithik dan wayang jemblung.Wayang ini dianggap langka karena keberadaannya yang hampir punah serta tidak adanya generasi yang menjadi pelaku dan pendukung kesenian tradisional tersebut.Keberadaan wayang ini sebagai kesenian tradisional langka tidak dikenal oleh seluruhnya masyarakat Rembang. Minimnya informasi, arus modernisasi serta banyak faktor lain yang mendukung sehingga wayang ini termasuk dalam kategori wayang langka dan hampir punah. Uniknya, walaupun dikenal masyarakat luas sebagai wayang langka dan hampir punah wayang ini masih terawat sangat baik oleh sebuah keluarga di dukuh Ngeblek. Hal itulah yang membuat peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Pewarisan Wayang Bengkong Sebagai Wayang Keluarga (Studi Kasus Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang)”
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui keberadaan Wayang Bengkong bagi keluarga pemilik Wayang Bengkong. (2) mengetahui proses pewarisan yang dilakukan oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong. (3) mengetahui hambatan yang dialami oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong dalam proses pewarisan dan upaya keluarga pemilik Wayang Bengkong dalam menghadapinya.
Penelitian ini juga menggunakan berbagai kajian tentang pewarisan kesenian tradisional yang relevan, yaitu kajian dari Sunarto (2013) dalam tulisannya yang berjudul “Leather Puppet In Javanese Ritual Ceremony”. Kajian ini menjelaskan tentang pementasan wayang sebagai bentuk dari kearifan lokal kesenian Jawa yang masih hidup dan berkembang serta dijadikan sebagai upacara ritual yang terkait dengan unsur keagamaan, pernikahan dan kelahiran. Kajian selanjutnya dari Rochmat (2013) dalam tulisannya yang berjudul “Pewarisan Tari Topeng Gaya Dermayon: Studi Kasus Rasinah”. Kajian ini menjelaskan guru panggung sebuah proses pewarisan Tari Topeng Gaya Dermayon dari seorang empu kepada muridnya. Proses pewarisan berlangsung melalui sistem pewarisan tegak atau melalui mekanisme genetik, yaitu pewarisan budaya dari orang tua kepada anak cucu.
Dalam mengungkap proses pewarisan kesenian Wayang Bengkong sebagai wayang keluarga di Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang ini penulis menggunakan teori sosialisasi dari Berger dan Luckman sebagai pisau bedahnya.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan tentang keberadaan Wayang Bengkong, proses pewarisan Wayang Bengkong dalam keluarga serta hambatan dan upaya yang dilakukan dalam proses pewarisan.
Lokasi penelitian berada di Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.Alasan pemilihan lokasi ini karena kesenian Wayang Bengkong memang asli dan berasal dari Kecamatan Lasem dan pementasan Wayang Bengkong juga sering didaerah Kecamatan Lasem yang berada di Desa Kajar.
Informan utama yang terkait dengan  keluarga pemilik Wayang Bengkong yaitu pemain Wayang Bengkong yang terdiri dari seorang dalang dan empat orang sebagai panjak, serta anggota keluarga yang lain yang tidak menjadi pemain Wayang Bengkong dan didukung oleh informan pendukung lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara serta dokumentasi.Validitas data menggunakan teknik triangulasi.Metode analisis data yang digunakan terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Kajar berada di wilayah Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.Desa Kajar terletak di lereng Gunung Kajar, salah satu bagian dari pegunungan Lasem.Letaknya yang berada di lereng Gunung Kajar, desa ini mempunyai cuaca yang berbanding jauh dengan kondisi pantura yaitu dingin dan sejuk. Jarak desa ini dengan jalur pantura 4 km, 17 km dari ibukota kabupaten dan 6 km dari pusat kecamatan.
Desa Kajar terletak di daerah pegunungan dengan akses jalan yang dapat dikatakan cukup sulit.Kondisi jalan yang agak sedikit curam, berlika-liku serta aspal yang rusak menambah sulitnya akses ke desa ini terutama di malam hari.Secara geografis, desa ini meliputi wilayah yang terdiri dari lahan persawahan dan perkebunan dengan kemiringan topografi lahan yang cukup curam.Menurut sejarah, Desa Kajar merupakan desa jejak petilasan dari Kerajaan Majapahit pada zaman dulu. Berbagai macam situs purbakala seperti Batu Lingga Mbah Ponyo, Watu Kursi, Goa Nitatah serta sumber mata air yang tidak pernah surut ditemukan di desa ini, tepatnya di lereng Gunung Kajar. Sumber mata air ‘Air Kajar’ yang sudah dikenal oleh masyarakat Rembang menunjukkan menambah bahwa desa ini masih dengan kondisi yang asri.

Keberadaan Wayang Bengkong di Desa Kajar
Wayang Bengkong merupakan wayang langka warisan leluhur yang diturunkan secara turun temurun oleh sebuah keluarga di Dukuh Ngeblek, Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.Wayang Bengkong dimiliki oleh keluarga besar Bapak Kamin Munawar yang bertugas sebagai dalang dalam pementasan Wayang Bengkong.Tidak ada yang mengetahui secara pasti wayang ini ditemukan di tahun berapa, namun telah diyakini dan disepakati bahwa wayang ini ditemukan dan diciptakan oleh leluhur keluarga dalang.
Wayang ini merupakan wayang keramat dan bertuah serta menjadi pusaka yang diwariskan secara turun temurun keluarga dalang dan tidak boleh dimainkan oleh lain bahkan wayang ini hanya boleh dilepaskan dari sarungnya saat pementasan dan pejamasan. Dalang dan keluarga besarnya hanya dapat melihat wayang ini pada saat pementasan dan pejamasan Wayang Bengkong. Wayang Bengkong terdiri dari tiga wayang yaitu Mbah Semar, Den Panji dan Sri dilihat dari pementasannya Wayang Bengkong merupakan wayang perkaulan atau wayang yang dipentaskan karena ada suatu hajat atau nadzar dari seseorang.
Wayang Bengkong termasuk wayang yang keluar dari pakem wayang Solo dan Jogja. Pementasan Wayang Bengkong, tokoh Wayang Bengkong serta alur cerita Wayang Bengkong berbeda dengan wayang pada umumnya. Menurut tokoh sejarawam Lasem, sejarah awal ditemukan Wayang Bengkong ada kemungkinan berkaitan dengan zaman kerajaan Majapahit. Tokoh Sejarawan Lasem juga menunturkan bahwa kemungkinan wayang ini dulunya adalah bentuk dari jenis wayang krucil.
Wayang Bengkong terdiri dari tiga wayang yaitu Mbah Semar, Den Panji dan Sri dilihat dari pementasannya Wayang Bengkong merupakan wayang perkaulan atau wayang yang dipentaskan karena ada suatu hajat atau nadzar dari seseorang. Bentuk penyajiannya, wayang ini berbeda dengan wayang-wayang kebanyakan disebabkan oleh wayang ini tidak memiliki alur cerita secara pakem. Wayang ini menceritakan tentang nazdar dari penanggap Wayang Bengkong. Wayang Bengkong dalam pementasan, dalang berperan penting dalam mengemas cerita. Dalang akan bercerita atas wangsit atau petunjuk yang diterima oleh dalang dari penanggap dan tidak adanya gamelan pengiring. Para pengrawit akan mengiringi wayang dengan suara vokal yang mirip suara gamelan.
Perkembangan Wayang Bengkong saat ini juga tidak terlepas dari peran sejarawan dan budayawan Lasem.Keberadaan Wayang Bengkong yang awalnya belum diketahui oleh masyarakat luas, dengan adanya peran dari sejarawan dan budayawan Lasem untuk melestarikan kesenian lokal di Lasem, Wayang Bengkong mulai dikenali oleh masyarakat luas. Wujud kepedulian para sejarawan dan budayawan Lasem dilakukan dengan cara mengikutsertakan kesenian Wayang Bengkong dalam acara-acara yang diikuti oleh kelompok sejarawan dan budayawan tersebut.
Wayang Bengkong yang ditemukan oleh leluhur dalang diperkirakan berumur ratusan tahun lebih sejak zaman penjajahan Spanyol.Namun dari pihak keluarga sendiri tidak mengetahui secara lengkap silsilah keluarga yang pertama kali menemukan wayang ini. Hal ini disebabkan oleh belum adanya sistem dokumentasi tertulis.Lima generasi yang diketahui sebagai pemilik kesenian ini dari canggah, buyut, kakek, ayah dan anak.
Lima generasi pemilik Wayang Bengkong diambil dari anggota keluarga yang berjenis kelamin laki-laki.Dalang yang menjadi senior atau sesepuh dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong mempunyai peranan penting dalam mengambil keputusan tentang keberadaan Wayang Bengkong itu sendiri. Lima generasi yang diketahui dari informan utama yaitu berasal dari Canggah yaitu Canggah Abruk yang menjadi dalang, generasi kedua diwariskan oleh Buyut Karto Kasan kemudian generasi ketiga Kakek Joyo Jiman, generasi selanjutnya yang merupakan generasi pewaris saat ini yaitu ayah dan anak Kamin Munawar.
Keberadaan Wayang Bengkong yang sudah lama dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong memberikan fungsi dan makna tersendiri bagi mereka.Keluarga mempunyai peranan penting terhadap keberadaan wayang ini yang senantiasa menjaga, merawat dan melestarikan wayang ini dari dulu sampai sekarang. Fungsi dari keberadaan Wayang Bengkong bagi keluarga pemilik Wayang Bengkong :

Menjadi media dalam pewarisan nilai-nilai kearifan lokal dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong

Nilai-nilai kearifan lokal dalam keluarga pemilik wayang ini meliputi sikap saling menghargai antar sesama, berbuat baik kepada Tuhan yang menciptakan kehidupan, berbuat baik kepada alam serta berbuat baik dengan sesama, saling berbagi dengan saudara dan sesama atas rezeki yang diperoleh dan selalu menjaga tali persaudaraan.
Mempererat tali persaudaraan di keluarga besar pemilik Wayang Bengkong
Sebagai wayang keluarga, Wayang Bengkong mampu mendekatkan kembali hubungan persaudaraan dalam keluarga besar satu kerabat ini. Walaupun mereka mengalami suatu masalah atau konflik tidak akan terjadi dalam waktu yang lama, hal ini disebabkan oleh sebelum pementasan Wayang Bengkong diadakan suatu pertemuan anggota keluarga untuk membahas serta melakukan persiapan sebelum pementasan. Selain itu, Wayang Bengkong juga menambah jalinan tali persaudaraan antar anggota keluarga pemiliknya. Tali persaudaraan keluarga tidak akan pernah putus, hal ini disebabkan oleh generasi selanjutnya pemain Wayang Bengkong akan melibatkan anggota keluarga dalam satu kerabat ini.
Memberikan fungsi ekonomi bagi keluarga pemilik wayang bengkong
Keberadaan Wayang Bengkong yang telah lama dalam keluarga pemilik memberikan dukungan ekonomi bagi keluarganya. Upah hasil pementasan dirasa cukup lumayan bagi keluarga mereka yang mayoritas sebagai petani dimana harga dari pementasan Wayang Bengkong separuh harga dari pementasan wayang kulit. Walaupun memang tidak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan bagi keluarga pemilik, namun keluarga mengakui dengan adanya pementasan Wayang Bengkong cukup membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil dari pementasan itu tidak dimiliki penuh oleh keluarga pemain Wayang Bengkong akan tetapi dibagi-bagi untuk anggota keluarga lainnya dalam satu kerabat ini khususnya bagi anak yang masih kecil.
Proses Pewarisan Wayang Bengkong yang dilakukan oleh Keluarga Pemilik Wayang Bengkong
Cara Pewarisan Wayang Bengkong
Proses pengalihan pengetahuan  dan ketrampilan tentang Wayang Bengkong dari orang tua kepada anaknya lebih banyak dilakukan secara lisan. Menurut Sumardjo (dalam Rochmat, 2013:34) dalam budaya rakyat, tidak dikenal sistem pengawetan  berupa pendokumentasian. Seni rakyat diwariskan secara lisan (oral tradition) dari generasi ke generasi. Dokumentasi seni rakyat ada di masyarakat hanya dalam masa tertentu. Setiap lokal dapat mengembangkan sendiri tafsirannya atas warisan seni generasi sebelumnya seperti halnya yang terjadi di kesenian Wayang Bengkong.Adapun strategi cara pewarisan yang telah dilakukan oleh keluarga pemilik wayang  agar kesenian Wayang Bengkong tetap hidup sebagai berikut :
Melalui Narasi Lisan
Dalam proses pewarisan kebudayaan, khususnya pewarisan kesenian Wayang Bengkong didalam keluarga pemilik wayang dapat diartikan merupakan proses pengalihan pengetahuan dan ketrampilan dalam memainkan wayang sebagai dalang maupun sebagai panjak dari generasi tua kepada generasi muda dalam lingkungan keluarga pemilik Wayang Bengkong. Cara pewarisannya tidak serta merta berlangsung secara instan melainkan melalui proses belajar. Proses pewarisan ini tidak dilakukan melalui pembelajaran yang spesifik, melainkan melalui pengalaman sehari-hari, pengamatan serta narasi lisan atau dongeng leluhur.
Kesenian Wayang Bengkong diwariskan secara lisan oleh orang tua kepada anaknya dengan langsung melihat, mendengar, meniru dan melakukannya. Anak harus mampu menyerap dan memahami apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Proses sosialisasi terjadi interaksi antara generasi tua kepada generasi muda anggota keluarga pemilik wayang untuk dapat mempertahankan kelanggengan kesenian wayang langka ini.
Dari cerita mulut ke mulut oleh keluarganya serta mengamati pada saat pentas, anak akan mendapatkan pandangan serta nilai-nilai sosial dalam keluarga untuk bertindak dilingkungan masyarakat. Anak akan mulai mengerti dan memahami tentang pola-pola hidup dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong. Keluarga pemilik wayang baik itu yang menjadi pemain wayang maupun yang tidak menjadi pemain Wayang Bengkong, mempunyai peran yang sama dalam proses pewarisan Wayang Bengkong, walaupun orang tua si anak tidak menjadi pemain dalam Wayang Bengkong tetap memberikan pengetahuan atau tindakan yang membentuk karakter bagi anak tersebut.
Melalui Pementasan Wayang Bengkong
Proses pewarisan selanjutnya yang dilakukan oleh generasi tua keluarga pemilik wayang kepada generasi muda keluarga pemilik wayang yaitu melalui keikutsertaannya di dalam pementasan Wayang Bengkong. Pementasan Wayang Bengkong pada dasarnya masih berpegang kepada pola pementasan wayang pada umumnya, yang pada intinya pertunjukkan wayang bukan hanya sebagai hiburan semata melainkan pencerminan dari kehidupan nyata yang berisi nilai-nilai kehidupan yang luhur. Hal yang membedakan yaitu :
Alur Cerita dalam Pementasan Wayang Bengkong
   Dalam pementasan Wayang Bengkong dalang tidak akan bercerita tentang tokoh pewayangan maupun Mahabarata Ramayana. Dalang akan bercerita tentang nadzar atau keperluan dari penanggap Wayang Bengkong. Hal ini didasari karena Wayang Bengkong merupakan wayang perkaulan yaitu wayang yang ditanggap karena adanya suatu hajat dari yang punya hajat atau keperluan. Dalang tidak mempunyai naskah cerita yang pakem, melainkan dalang akan bercerita sesuai dengan narasi cerita kehendak dari yang punya hajat. Dalam pementasan dalang Wayang Bengkong mempunyai peran yang sangat penting dalam kesuksesan pertunjukkan, karena dalang akan secara otodidak menyusun kata-kata dengan bahasanya sendiri untuk menceritakan dalam pementasan Wayang Bengkong.
Acara pementasan sebelum dimulai, dalang beserta yang punya hajat akan duduk berdampingan di tempat pementasan Wayang Bengkong. Dalang akan bertanya kepada yang punya hajat alasan mengapa Wayang Bengkong diundang dalam acaranya. Cerita yang disajikan sesuai dengan narasi dari yang punya hajat, cerita yang terakhir pada saat tokoh Mbah Semar keluar, dalang akan memberikan wejangan atau nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Pementasan wayang ini sesuai dengan tujuan pertunjukan kesenian wayang di Indonesia, bukan sekedar tontonan seni jawa melainkan juga sebagai tuntutan kita sebagai manusia dalam bertindak dan berperilaku di dalam kehidupan.
Durasi Waktu dalam Pementasan Wayang Bengkong
Durasi waktu dalam pementasan Wayang Bengkong hanya berdurasi kurang lebih tiga puluh menit.Berbeda dengan pertunjukkan wayang kulit pada umumnya yang membutuhkan waktu berjam-jam bahkan semalam suntuk. Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama dalam pertunjukkan wayang ini karena wayang ini hanya sebagai acara pembuka atau open ceremonial dari sebuah acara.

Pemain dan Tokoh Wayang dalam Pementasan

Dalam pementasan Wayang Bengkong melibatkan lima pemain wayang, yaitu seorang dalang dan empat orang panjak. Dalang bertugas mengatur jalannya pertunjukan wayang secara keseluruhan, sedangkan empat orang panjak akan mengiringi dalang dalam bercerita melalui iringan musik yang menyerupai gamelan yang dilantunkan oleh masing-masing panjak melalui suaranya masing-masing menggunakan mulut. Setiap panjak akan melantunkan suaranya masing-masing dengan suara yang berbeda sehingga akan menghasilkan sebuah alunan musik yang menyerupai gamelan yang mengiringi dalam pementasan wayang pada umumnya.
Tokoh wayang dalam Wayang Bengkong terdiri dari tiga wayang, yaitu Mbah Semar, Den Panji dan Sri.Tiga wayang ini terbuat dari kayu yang ditatah pipih dengan dua dimensi.Ketiga wayang ini mempunyai perawatan khusus dari keluarga pemilik Wayang Bengkong, khususnya wayang dengan tokoh Mbah Semar. Setiap malam Jum’at wayang akan menerima proses ritual yang berupa penjamasan wayang dengan menggunakan dupa dan kemenyan oleh anggota keluarga yang bertugas merawat wayang yaitu Bapak Kusnadi.
Keyakinan yang tumbuh dalam keluarga pemilik wayang bahwa tokoh wayang Mbah Semar bukan sembarang tokoh wayang pada umumnya. Keluarga meyakini di dalam wayang bahwa adanya roh yang bersemanyam ditokoh Mbah Semar. Wayang juga tidak boleh dibuka oleh sembarang orang kecuali yang bertugas menjadi perawat wayang itu sendiri. Keluarga pemilik wayang juga tidak akan melihat Wayang Bengkong ini selain dimainkan dalam pementasan. Wujud dari tokoh Mbah Semar yang berbeda dengan tokoh dipewayangan pada umumnya menjadi keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Wayang Bengkong.
Perlengkapan dalam Pementasan Wayang Bengkong
Perlengkapan dalam pementasan Wayang Bengkong khususnya setting panggung tidak seperti pertunjukan wayang kulit yang ditata dengan menggunakan konsep pentas yang terdiri dari layar putih berupa kain putih (Putra, 1990 : 53). Pementasan Wayang Bengkong hanya menggunakan sebatang pisang dengan ukuran panjang kurang lebih satu meter yang sudah ditata rapi sebagai media untuk menancapkan wayang. Pementasan wayang ini juga tidak memerlukan alat musik yang berupa gamelan. Alunan musik dalam pementasan wayang ini menggunakan suara empat orang panjak
Sistem Perekrutan Pemain Wayang Bengkong
Sistem pekrekutan ini bertujuan agar pemain Wayang Bengkong dari generasi tua ke generasi muda tetap aktif dalam mengupayakan eksistensi satu-satunya kesenian wayang langka yang dimiliki Kabupaten Rembang. Dalam proses pekrekutan pemain Wayang Bengkong, dibutuhkan partisipasi generasi muda sebagai generasi penerus kesenian. Adapun sistem perekrutan dalam pemain Wayang Bengkong dibagi menjadi dua, yaitu sebagai dalang dan sebagai panjak.
Dalang
Dalang adalah tokoh utama dalam pementasan kesenian wayang. Dalang bertugas penutur kisah, pemimpin suara gamelan yang mengiringi, yang mengajak memahami suasana pada saat tertentu, dan diatas segalanya itu dalang adalah pemberi jiwa pada boneka wayang. Dalam pemain kesenian Wayang Bengkong dalang adalah anggota keluarga pemilik Wayang Bengkong yang dijadikan sesepuh oleh keluarga besarnya.
Secara tradisional, pengetahuan pedalangan diwariskan dari bapak kepada anaknya, termasuk sifat-sifat batin atau lebih dikenal dengan keturunan dalang. (Balaga, 2005 : 17). Dalang dalam pemain Wayang Bengkong termasuk dari keturunan dalang, yaitu orang tersebut (Bapak Kamin) dari generasi-generasi dalang, bapaknya (Joyo Jiman) seorang dalang, kakeknya (Karto Kasan) seorang dalang dan buyutnya (Abruk) juga seorang dalang. Profesi sebagai dalang dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong berlaku untuk seumur hidup. Pergantian pemain atau regerasi dalang akan dilakukan jika seorang dalang sudah tidak mampu lagi untuk mendalang yang disebabkan oleh faktor usia, disamping itu juga diyakini dalang akan berhenti mendalang jika mendapat wahyu atau petunjuk untuk melakukan regenarasi dalang di keluarga pemilik Wayang Bengkong.
Panjak
Panjak dalam pemain Wayang Bengkong bertugas mengiringi dalang dalam pementasan dengan alunan musik seperti gamelan yang menggunakan irama suara dari mulut.Masing-masing pemain panjak yang berjumlah 4 pemain memainkan suaranya masing-masing dengan suara yang berbeda sehingga menghasilkan irama seperti gamelan. Dalam proses perekrutan atau regenerasi pemain panjak dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong sama halnya dengan regenerasi dalang yaitu dengan proses sosialisasi.
Regenerasi pemain panjak dilakukan oleh generasi tua pemain Wayang Bengkong dengan cara memberikan tawaran kepada anak, seringnya keikutsertaan anak pada pementasan wayang serta keturunan atau hubungan dekat dengan generasi tua sebagai pemain. Relasi yang dimiliki antara generasi tua yang menjadi pemain dengan generasi muda juga berpengaruh dengan kepercayaan, dimana seseorang tersebut dianggap memiliki kemampuan dan kemauan untuk belajar menjadi pemain Wayang Bengkong khususnya panjak.
Peran Anggota Keluarga dalam Pewarisan Wayang Bengkong
Peran anggota keluarga pemilik wayang dapat dilihat secara horizontal. Dimana antara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam mewariskan kesenian wayang kepada anak, namun peran yang dimiliki antara anggota keluarga laki-laki dan perempuan berbeda. Pembedaan peran dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong tidak menunjukkan perbedaan secara vertikal dimana ada yang menduduki kelas tinggi dan kelas rendah, namun masing-masing menduduki status sosial yang sama dengan peranan yang berbeda.
Laki-laki
Anggota keluarga laki-laki dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong lebih ditekankan untuk ikut serta dalam pementasan Wayang Bengkong, yaitu membantu dalam persiapan pementasan serta sebagai penonton. Proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua dalam mengenalkan kesenian wayang lebih diutamakan kepada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Perempuan
Perempuan dalam anggota keluarga pemilik wayang walaupun tidak menjadi pemain tetap memiliki peran yang sama dalam proses pewarisan Wayang Bengkong. Sosialisasi yang dilakukan orang tua kepada anak perempuan lebih ditekankan kepada keikutsertaan dalam persiapan pementasan dan setelah melakukan pementasan.Sebelum pementasan wayang, diperlukan perlengkapan yang harus dipenuhi yaitu membuat sesajen.Ini yang menjadi tugas dan peran perempuan untuk menyiapkan perlengkapan sesajen atau abu rampen.
Peran antara laki-laki dan perempuan sebagai orang tua dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong adalah sama, mereka mempunyai peranan dan tugas yang sama dalam mengenalkan semua tentang kesenian Wayang Bengkong kepada anak. Orang tua dalam mengenalkan kesenian Wayang Bengkong kepada anak laki-laki dan anak perempuan diberikan penekanan yag berbeda.
Hambatan yang dialami oleh Keluarga Pemilik Wayang Bengkong dalam Proses Pewarisan dan Upaya Keluarga Pemilik Wayang Bengkong dalam Menghadapinya
1. Hambatan
Pada pewarisan Wayang Bengkong hambatan yang dialami oleh keluarga pemilik wayang bukan saja berasal dari keluarga sendiri melainkan dari faktor luar seperti masyarakat dan pemerintah setempat. Berikut hambatan-hambatan yang dialami dalam proses pewarisan Wayang Bengkong :
Rendahnya Minat Generasi Muda di Keluarga Pemilik Wayang Bengkong
Perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya informasi yang masuk di kalangan masyarakat mempengaruhi selera remaja dan anak-anak di keluarga pemilik wayang terhadap kesenian lokal. Masuknya budaya asing di Indonesia seperti Korea, India, Jepang dan beberapa negara barat menyebabkan kaum muda di Indonesia terutama di keluarga pemilik Wayang Bengkong menggemari kesenian modern daripada kesenian lokal terutama Wayang Bengkong.
Kurangnya Perhatian Pemerintah terhadap Kesenian Wayang Bengkong
Perhatian dan dukungan dari pemerintah, terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang merupakan faktor penting dalam perkembangan kesenian Wayang Bengkong.Hambatan yang selama ini masih dialami oleh keluarga pemilik wayang yaitu belum adanya perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang tentang pengembangan kesenian Wayang Bengkong di Desa Kajar.
Masyarakat Kurang Antusias terhadap Kesenian Wayang Bengkong
Masyarakat sebagai pendukung kebudayaan mempunyai andil dalam perkembangan kesenian Wayang Bengkong. Tanpa adanya masyarakat yang mendukung sebuah kebudayaan, kebudayaan tersebut akan berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Sikap dari masyarakat khususnya yang berada di sekitar Desa Kajar yang kurang antusias terhadap kesenian ini akan menghambat dalam proses pewarisan Wayang Bengkong, yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan eksistensi kesenian wayang langka ini. Masyarakat yang memiliki profesi tertentu khususnya pegawai kurang memiliki waktu luang, sehingga jarang menyaksikan pementasan.
2. Upaya yang dilakukan Pemilik Wayang Bengkong dalam Menghadapi Hambatan
Menumbuhkan Kesadaran Generasi Muda Keluarga Pemilik Wayang Bengkong
Upaya yang dilakukan untuk menghapi hambatan dalam proses pewarisan yaitu dengan memberikan motivasi minat dan kesadaran generasi muda di keluarga pemilik wayang akan pentingnya menjaga eksistensi kesenian lokal. Keluarga mempunyai strategi dalam menumbuh kembangkan minat generasi muda yaitu dengan cara mengadakan pertemuan rutin di keluarga pemilik wayang. Dalang sebagai sesepuh akan mengkoordinir seluruh anggota keluarga melalui orang tua. Orang tua kemudian memberikan pengarahan kepada anak-anaknya mengenai kelestarian Wayang Bengkong.
Strategi lain yang dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan kualitas pemain Wayang Bengkong, terutama penggunaan bahasa dengan menggunakan bahasa yang lebih dipahami oleh generasi muda dalam pementasan Wayang Bengkong. Mengubah penggunaan bahasa yang digunakan oleh dalang dari bahasa krama alus menjadi bahasa krama madya bertujuan untuk memenuhi selera generasi muda serta mengembangkan kesenian wayang langka ini sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Memperkenalkan Kepada Pemerintah Tentang Kesenian Wayang Bengkong
Dalam mempertahankan kesenian tradisional suatu daerah perlu adanya kerja sama dan dukungan dari pemerintah setempat untuk menjaga kelestarian kesenian lokal tersebut. Dukungan dari pemerintah setempat khususnya Pemerintah Daerah Rembang akan menambah publikasi kepada masyarakat luas tentang keberadaaan Wayang Bengkong
Mengadakan Kerjasama dengan Sejarawan dan Budayawan
Peran dari sejarawan dan budayawan Lasem sangat membantu dalam mengenalkan kesenian Wayang Bengkong kepada masyarakat luas.Minimnya informasi tentang keberadaan kesenian wayang langka ini membuat masyarakat belum mengetahui adanya kesenian lokal tersebut.Pihak keluarga pemilik wayang sudah menyadari dengan adanya dukungan dari kelompok sejarawan dan budayawan setempat membantu mereka dalam melestarikan kesenian.
Pewarisan kesenian Wayang Bengkong ini dalam proses sosialisasi melalui dua tahap, yaitu primer dan sekunder, seperti yang dijelaskan oleh Berger dan Luckman (1990:185-210) bahwa proses sosialisasi pertama yang dilalui oleh seseorang adalah sosialisasi primer kemudian sosialisasi sekuder. Sosialisasi primer dalam proses pewarisan melalui keluarga. Orang tua mengenalkan kesenian Wayang Bengkong kepada anak melalui pola pengasuhan. Anak diberikan pengetahuan serta wawasan dengan cara narasi lisan yaitu cerita dari mulut ke mulut dari generasi tua pemilik wayang kepada generasi muda yaitu anak, dilakukan dengan cara sistem perekrutan pemain Wayang Bengkong menjadi dalang dan panjak, dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota keluarga pemilik wayang. Proses pewarisan seperti ini didapatkan dari keluarga. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil yang membawa pengaruh besar serta menjadi tempat sosialisasi pertama bagi anak dalam mengenal Wayang Bengkong.
Sosialisasi sekunder dalam pewarisan Wayang Bengkong melalui masyarakat.Masyarakat serta teman bermain anak menjadi tempat kedua anak dalam mengenali lingkungannya, sehingga lingkungan luar juga mempengaruhi kepribadian anak. Dalam sosialisasi ini, anak menyadari bahwa dunia keluarga bukan satu-satunya yang diinternalisasikan dalam menghadapi proses kehidupan. Proses pewarisan Wayang Bengkong dalam sosialisasi sekunder melalui pementasan Wayang Bengkong. Dalam pementasan, anak dapat memahami lebih jelas akan kesenian yang dimiliki oleh keluarganya.
Pementasan Wayang Bengkong mengenalkan anak ke dalam lingkungan masyarakat.Keikutsertaan anak dalam pementasan Wayang Bengkong sebagai penonton maupun ikut serta dalam mempersiapkan perlengkapan pementasan, mengajari anak untuk berinteraksi dengan masyarakat. Peran masyarakat sendiri dalam proses pewarisan dengan cara keikutsertaan dalam melestarikan kesenian Wayang Bengkong. Perkembangan zaman yang modern menghasilkan budaya baru yang hidup di lingkungan masyarakat, jika tidak disikapi secara bijak oleh masyarakat akan menghambat proses pewarisan Wayang Bengkong. Anak akan mudah mengikuti perkembangan zaman jika didukung oleh lingkungan di sekitarnya termasuk masyarakat.
Proses sosialisasi dalam penelitian ini mengarah kepada anak sebagai generasi penerus kesenian Wayang Bengkong, anak sebagai anggota baru harus mempelajari peranan-peranan yang ada dalam masyarakat. Dalam proses ini anak belajar untuk mengetahui peranan yang harus dijalankannya serta peranan yang harus dijalankan orang lain. Penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat ini, pewarisan kesenian Wayang Bengkong tidak akan pernah terputus karena adanya peran anak sebagai generasi muda yang akan melanjutkan kesenian wayang langka yang sudah berumur ratusan tahun ini. 
PENUTUP
Pada artikel penelitian ini disampaikan tiga hal yaitu (1) keberadaan kesenian Wayang Bengkong memberikan fungsi bagi keluarga pemilik Wayang Bengkong yaitu menjadi media dalam pewarisan nilai-nilai kearifan lokal dalam keluarga pemilik wayang, mempererat tali silaturrahmi di keluarga pemilik wayang.dan memberikan fungsi ekonomi bagi keluarga pemilik Wayang Bengkong. Hasil penelitian selanjutnya yaitu 2) Proses pewarisan Wayang Bengkong yang dilakukan oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong adalah cara pewarisan dilakukan melalui narasi lisan dan melalui pementasan Wayang Bengkong,cara selanjutnya dengan sistem perekrutan Wayang Bengkongdibagi menjadi dua yaitu dalang dan panjak, yang terakhir yaitu peran anggota keluarga laki dalam proses pewarisan lebih besar dibandingkan dengan peran perempuan. Hasil Penelitian terakhir, 3) Hambatan dan upaya yang dialami oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong dalam proses pewarisan. Hambatan yang dialami, yaitu rendahnya minat generasi muda keluarga pemilik wayang, kurangnya perhatian dari pemerintah dan masyarakat kurang antusias, minimnya informasi dan promosi tentang kesenian ini membuat masyarakat tidak mengenali keberadaan Wayang Bengkong. Upaya yang dilakukan meliputi menumbuhkan kesadaran generasi muda keluarga pemilik wayang akan pentingnya melestarikan kesenian Wayang Bengkong yang dimiliki oleh keluarganya, memperkenalkan kepada pemerintah daerah agar diberikan dukungan serta perhatian khusus dan mengadakan kerja sama dengan sejarawan dan budayawan agar kesenian ini lebih dikenali oleh masyarakat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam penyusunan artikel ini tidak lepas peran dari berbagai pihak yang turut mendukung, membimbing dan bekerja sama sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Masyarakat Desa Kajar yang telah berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis, sehingga dapat melaksanakan penelitian dan penyusunan artikel dengan baik.
2. Keluarga pemilik Wayang Bengkong yang telah berkenan membantu dan memberikan data hasil wawancara, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
                Semoga segala bantuan dan kebaikan tersebut mendapat limpahan balasan dari Allah SWT. Akhir kata, semoga apa yang ada dalam artikel ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


DAFTAR RUJUKAN
Balaga, Sonja. 2005. ‘Pembelajaran Pedalangan : Mencari Jiwa Wayang’. Yogyakarta: UMS
Putra, Heddy Shri Ahimsa Putra, dkk.1999. Ketika Orang Jawa Nyeni.Yogyakarta : Galang Press
Rochmat, Nur. 2013. 'Pewarisan Tari Topeng Gaya Dermayon : Studi Kasus Gaya Rasinah’. Jurnal Resital. Vol 14 No 1 Hal 33
Soemardjo, Jakob, dkk. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia; pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-artefak kebudayaan Indonesia.Yogyakarta :Qalam
Sunarto. 2013. ‘Leather Puppet in Javanese Ritual Ceremony’. Internatioal Refereed Research Journal Of Arts, Science & Commerce. Vol-VI Hal 70
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar