|
SOLIDARITY 3 (1) (2015)
SOLIDARITY
|
|
||
PEWARISAN WAYANG BENGKONG SEBAGAI WAYANG KELUARGA
(STUDI KASUS DESA KAJAR KECAMATAN LASEM KABUPATEN
REMBANG)
Novi Puspitasari, Totok
Rochana dan Asma Luthfi
novpuz@gmail.com*
Jurusan
Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
|
||||
Info Artikel
________________
SejarahArtikel:
Diterima
Disetujui
Dipublikasikan
________________
Keywords:
Family,
Inheritance, Wayang Bengkong.____________________
|
Abstrak
___________________________________________________________________
Wayang Bengkong
merupakan wayang langka yang diwarisi oleh sebuah keluarga. Keberadaan wayang
ini masih terpelihara sangat baik oleh sebuah keluarga di Desa Kajar. Tujuan
penelitian ini untuk membahas proses pewarisan Wayang Bengkong di dalam
keluarga pemilik Wayang Bengkong. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Lokasi penelitian di Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.
Teknik pengumpulan data penelitian dengan menggunakan observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan triangulasi data. Teknik analisis data dalam penelitian ini
meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pengambilan
kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan
Wayang Bengkong memberikan fungsi bagi keluarganya, dan dalam proses
pewarisan ada beberapa cara yang dilakukan oleh keluarga seperti melalui
narasi lisan, saat pementasan
serta peran dari keluarga pemilik Wayang Bengkong. Hambatan yang dialami
keluarga pemilik dalam proses pewarisan yaitu rendahnya minat generasi muda
di keluarga pemilik Wayang Bengkong, kurangnya perhatian pemerintah terhadap
kesenian Wayang Bengkong serta masyarakat kurang antusias terhadap kesenian
Wayang Bengkong. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan
tersebut adalah menumbuhkan kesadaran generasi muda keluarga pemilik Wayang
Bengkong, memperkenalkan kepada pemerintah tentang kesenian Wayang Bengkong
serta mengadakan kerjasama dengan sejarawan dan budayawan.
Abstract
___________________________________________________________________
Wayang
Bengkong is puppet rare inherited by a family. The existence of a puppet
still preserved very well by a family in Kajar village. This research is
aimed to discuss the process of the inheritance of acquired Wayang Bengkong
show in the family the owner Wayang Bengkong. The method used in this
research is qualitative with the approach case study. The technique of
collecting data by observation, interview and documentation. The validity of
research is obtained by triangulation of data. Analysis of data in research
is collecting data, reduction of data, presentation of data, and the
withdrawal of a conclusion or verification. The result of research showed
that the Wayang Bengkong existence provide for the family, and in the process
inheritance through the narrative by word of the mouth, and Wayang Bengkong
show when there as the role of Wayang Bengkong’s family. The obstacles
inheritance is in the interest of Wayang Bengkong family’s, Wayang Bengkong
lack of attention of the public toward art and Wayang Bengkong lack of
enthusiasm on the traditional puppet. While the efforts to deal with the
problem is growing awareness of the younger generation, Wayang Bengkong
introduced about the puppet art and cultural cooperation with an historian.
©
2015UniversitasNegeri Semarang
|
|||
*Alamatkorespondensi:
Gedung
C7 Lantai 1 FIS Unnes
KampusSekaran,
Gunungpati, Semarang, 50229
|
ISSN 2252-7133
|
|||
PENDAHULUAN
Masyarakat Desa Kajar termasuk masyarakat yang tinggal di
daerah pegunungan Kabupaten Rembang.Mayoritas mata pecaharian masyarakat
sebagai petani yang masih bergantung pada kebaikan alam, agama yang dianut
masyarakat Kajar adalah agama Islam.Menurut
sejarah lokal, Desa Kajar merupakan desa peninggalan dan petilasan zaman
Majapahit.Situs-situs sejarah banyak ditemui di desa ini termasuk di dalamnya
sebuah kesenian tradisional langka.Kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Desa Kajar
merupakan satu warisan leluhur yang berupa kesenian tradisional wayang yang
masih terpelihara dengan baik oleh sebuah keluarga yaitu keluarga Bapak Kamin
Munawar.
Wayang Bengkong
termasuk salah satu dari jenis wayang menurut asal daerah.Wayang ini berasal
dari daerah pegunungan di Kabupaten Rembang tepatnya di Dukuh Ngeblek Desa
Kajar Kecamatan Lasem.Kesenian wayang dalam masyarakat selain
sebagai wujud tradisi kebudayaan juga dijadikan sebagai sarana
hiburan.Pertunjukan kesenian wayang dapat dinikmati dan diakses oleh semua
lapisan masyarakat, dalam masyarakat kesenian wayang dianggap mempunyai
kedudukan penting.Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan manusia untuk hidup
selaras, harmonis dan bahagia. Dalam wayang ditampilkan contoh-contoh perilaku
baik dan jahat, namun pada akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh kebaikan.
Pada hakikatnya pementasan wayang mengandung nilai-nilai dan filosofi yang
tersembunyi.Pementasan wayang dijadikan masyarakat sebagai tontonan serta
tuntutan, termasuk juga kesenianWayangBengkong.
Wayang Bengkong merupakan wayang keluarga ditemukan dalam
kurun waktu yang sangat lama sekitar tahun 1925-an oleh canggah dari keluarga
besar pemilik Wayang Bengkong yaitu Bapak Kamin Munawar.Keluarga Bapak Kamin
mewarisi wayang ini sebagai wayang warisan leluhur yang diturunkan secara turun
menurun dari generasi kegenerasi silsilah keluarga.Kondisi Wayang Bengkong
tidak pernah mengalami kepunahan, wayang ini masih terawat sehingga tidak
pernah mengalami kerusakan hingga saat ini.Wayang Bengkong merupakan jenis
wayang yang keluar dari pakem wayang Jogja dan wayang Solo.Dalam pementasannya,
wayang ini tidak bercerita tentang kisah Mahabarata dan Ramayana melainkan
bercerita tentang keperluan dari penanggap Wayang Bengkong.
Wayang Bengkong ini
termasuk dalam tiga dari wayang langka yang dimiliki Jawa Tengah, dua
diantaranya yaitu wayang klithik dan wayang jemblung.Wayang
ini dianggap langka karena keberadaannya yang hampir punah serta tidak adanya generasi yang menjadi pelaku dan pendukung
kesenian tradisional tersebut.Keberadaan wayang ini sebagai kesenian tradisional langka
tidak dikenal oleh seluruhnya masyarakat Rembang. Minimnya informasi, arus
modernisasi serta banyak faktor lain yang mendukung sehingga wayang ini
termasuk dalam kategori wayang langka dan hampir punah. Uniknya, walaupun
dikenal masyarakat luas sebagai wayang langka dan hampir punah wayang ini masih
terawat sangat baik oleh sebuah keluarga di dukuh Ngeblek. Hal itulah yang
membuat peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul
“Pewarisan Wayang Bengkong Sebagai Wayang Keluarga (Studi Kasus Desa Kajar
Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang)”
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui
keberadaan Wayang Bengkong bagi keluarga pemilik Wayang Bengkong. (2) mengetahui
proses pewarisan yang dilakukan oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong. (3) mengetahui
hambatan yang dialami oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong dalam proses
pewarisan dan upaya keluarga pemilik Wayang Bengkong dalam menghadapinya.
Penelitian ini juga menggunakan berbagai kajian tentang
pewarisan kesenian tradisional yang relevan, yaitu kajian dari Sunarto (2013)
dalam tulisannya yang berjudul “Leather
Puppet In Javanese Ritual Ceremony”. Kajian ini menjelaskan tentang
pementasan wayang sebagai bentuk dari kearifan lokal kesenian Jawa yang masih
hidup dan berkembang serta dijadikan sebagai upacara ritual yang terkait dengan
unsur keagamaan, pernikahan dan kelahiran. Kajian selanjutnya dari Rochmat
(2013) dalam tulisannya yang berjudul “Pewarisan Tari Topeng Gaya Dermayon:
Studi Kasus Rasinah”. Kajian ini menjelaskan guru panggung sebuah proses
pewarisan Tari Topeng Gaya Dermayon dari seorang empu kepada muridnya. Proses
pewarisan berlangsung melalui sistem pewarisan tegak atau melalui mekanisme
genetik, yaitu pewarisan budaya dari orang tua kepada anak cucu.
Dalam mengungkap proses
pewarisan kesenian Wayang Bengkong sebagai wayang keluarga di Desa Kajar
Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang ini penulis menggunakan teori sosialisasi
dari Berger dan Luckman sebagai pisau bedahnya.
METODE
PENELITIAN
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan tentang keberadaan Wayang Bengkong,
proses pewarisan Wayang Bengkong dalam keluarga serta hambatan dan upaya yang
dilakukan dalam proses pewarisan.
Lokasi penelitian berada di Desa Kajar Kecamatan Lasem
Kabupaten Rembang.Alasan pemilihan lokasi ini karena kesenian Wayang Bengkong memang asli dan
berasal dari Kecamatan Lasem dan pementasan Wayang Bengkong juga sering
didaerah Kecamatan Lasem yang berada di Desa Kajar.
Informan utama yang terkait dengan keluarga pemilik Wayang Bengkong yaitu pemain
Wayang Bengkong yang
terdiri dari seorang dalang dan empat orang sebagai panjak, serta anggota
keluarga yang lain yang tidak menjadi pemain Wayang Bengkong dan didukung oleh
informan pendukung lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi
langsung, wawancara serta dokumentasi.Validitas data menggunakan teknik
triangulasi.Metode analisis data yang digunakan terdiri atas pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Kajar berada di wilayah Kecamatan Lasem Kabupaten
Rembang.Desa Kajar terletak di lereng Gunung Kajar, salah satu bagian dari
pegunungan Lasem.Letaknya yang berada di lereng Gunung Kajar, desa ini
mempunyai cuaca yang berbanding jauh dengan kondisi pantura yaitu dingin dan
sejuk. Jarak desa ini dengan jalur pantura 4 km, 17 km dari ibukota kabupaten
dan 6 km dari pusat kecamatan.
Desa Kajar terletak di daerah pegunungan dengan akses jalan
yang dapat dikatakan cukup sulit.Kondisi jalan yang agak sedikit curam,
berlika-liku serta aspal yang rusak menambah sulitnya akses ke desa ini
terutama di malam hari.Secara geografis, desa ini meliputi wilayah yang terdiri
dari lahan persawahan dan perkebunan dengan kemiringan topografi lahan yang
cukup curam.Menurut sejarah, Desa Kajar merupakan desa jejak petilasan dari
Kerajaan Majapahit pada zaman dulu. Berbagai macam situs purbakala seperti Batu
Lingga Mbah Ponyo, Watu Kursi, Goa Nitatah serta sumber mata air yang tidak
pernah surut ditemukan di desa ini, tepatnya di lereng Gunung Kajar. Sumber
mata air ‘Air Kajar’ yang sudah dikenal oleh masyarakat Rembang menunjukkan
menambah bahwa desa ini masih dengan kondisi yang asri.
Keberadaan Wayang
Bengkong di Desa Kajar
Wayang Bengkong merupakan wayang langka warisan leluhur yang
diturunkan secara turun temurun oleh sebuah keluarga di Dukuh Ngeblek, Desa
Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.Wayang Bengkong dimiliki oleh keluarga
besar Bapak Kamin Munawar yang bertugas sebagai dalang dalam pementasan Wayang
Bengkong.Tidak ada yang mengetahui secara pasti wayang ini ditemukan di tahun
berapa, namun telah diyakini dan disepakati bahwa wayang ini ditemukan dan
diciptakan oleh leluhur keluarga dalang.
Wayang ini merupakan wayang keramat dan bertuah serta
menjadi pusaka yang diwariskan secara turun temurun keluarga dalang dan tidak
boleh dimainkan oleh lain bahkan wayang ini hanya boleh dilepaskan dari
sarungnya saat pementasan dan pejamasan. Dalang dan keluarga besarnya hanya
dapat melihat wayang ini pada saat pementasan dan pejamasan Wayang Bengkong.
Wayang Bengkong terdiri dari tiga wayang yaitu Mbah Semar, Den Panji dan Sri dilihat dari pementasannya Wayang
Bengkong merupakan wayang perkaulan atau wayang yang dipentaskan karena ada
suatu hajat atau nadzar dari seseorang.
Wayang Bengkong termasuk wayang yang keluar dari pakem
wayang Solo dan Jogja. Pementasan Wayang Bengkong, tokoh Wayang Bengkong serta
alur cerita Wayang Bengkong berbeda dengan wayang pada umumnya. Menurut tokoh
sejarawam Lasem, sejarah awal ditemukan Wayang Bengkong ada kemungkinan
berkaitan dengan zaman kerajaan Majapahit. Tokoh Sejarawan Lasem juga
menunturkan bahwa kemungkinan wayang ini dulunya adalah bentuk dari jenis
wayang krucil.
Wayang Bengkong terdiri dari tiga wayang yaitu Mbah Semar, Den Panji dan Sri dilihat
dari pementasannya Wayang Bengkong merupakan wayang perkaulan atau wayang yang
dipentaskan karena ada suatu hajat atau nadzar dari seseorang. Bentuk
penyajiannya, wayang ini berbeda dengan wayang-wayang kebanyakan disebabkan oleh
wayang ini tidak memiliki alur cerita secara pakem. Wayang ini menceritakan
tentang nazdar dari penanggap Wayang Bengkong. Wayang Bengkong dalam
pementasan, dalang berperan penting dalam mengemas cerita. Dalang akan
bercerita atas wangsit atau petunjuk yang diterima oleh dalang dari penanggap
dan tidak adanya gamelan pengiring. Para pengrawit akan mengiringi wayang
dengan suara vokal yang mirip suara gamelan.
Perkembangan Wayang Bengkong saat ini juga tidak terlepas
dari peran sejarawan dan budayawan Lasem.Keberadaan Wayang Bengkong yang
awalnya belum diketahui oleh masyarakat luas, dengan adanya peran dari
sejarawan dan budayawan Lasem untuk melestarikan kesenian lokal di Lasem,
Wayang Bengkong mulai dikenali oleh masyarakat luas. Wujud kepedulian para sejarawan
dan budayawan Lasem dilakukan dengan cara
mengikutsertakan kesenian Wayang Bengkong dalam acara-acara yang diikuti oleh
kelompok sejarawan
dan budayawan tersebut.
Wayang Bengkong yang ditemukan oleh leluhur dalang
diperkirakan berumur ratusan tahun lebih sejak zaman penjajahan Spanyol.Namun
dari pihak keluarga sendiri tidak mengetahui secara lengkap silsilah keluarga
yang pertama kali menemukan wayang ini. Hal ini disebabkan oleh belum adanya
sistem dokumentasi tertulis.Lima generasi yang diketahui sebagai pemilik
kesenian ini dari canggah, buyut,
kakek, ayah dan anak.
Lima generasi pemilik Wayang Bengkong diambil dari anggota
keluarga yang berjenis kelamin laki-laki.Dalang yang menjadi senior atau
sesepuh dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong mempunyai peranan penting dalam
mengambil keputusan tentang keberadaan Wayang Bengkong itu sendiri. Lima
generasi yang diketahui dari informan utama yaitu berasal dari Canggah yaitu Canggah Abruk yang menjadi dalang, generasi kedua diwariskan oleh Buyut Karto Kasan kemudian generasi
ketiga Kakek Joyo Jiman, generasi selanjutnya yang merupakan generasi pewaris saat
ini yaitu ayah dan anak Kamin Munawar.
Keberadaan Wayang Bengkong yang sudah lama dalam keluarga
pemilik Wayang Bengkong memberikan fungsi dan makna tersendiri bagi
mereka.Keluarga mempunyai peranan penting terhadap keberadaan wayang ini yang
senantiasa menjaga, merawat dan melestarikan wayang ini dari dulu sampai
sekarang. Fungsi dari keberadaan Wayang Bengkong bagi keluarga pemilik Wayang
Bengkong :
Menjadi media
dalam pewarisan nilai-nilai kearifan lokal dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong
Nilai-nilai kearifan lokal dalam keluarga pemilik wayang ini
meliputi sikap saling menghargai antar sesama, berbuat baik kepada Tuhan yang
menciptakan kehidupan, berbuat baik kepada alam serta berbuat baik dengan
sesama, saling berbagi dengan saudara dan sesama atas rezeki yang diperoleh dan
selalu menjaga tali persaudaraan.
Mempererat tali
persaudaraan di keluarga besar pemilik Wayang Bengkong
Sebagai wayang keluarga, Wayang Bengkong mampu mendekatkan
kembali hubungan persaudaraan dalam keluarga besar satu kerabat ini. Walaupun
mereka mengalami suatu masalah atau konflik tidak akan terjadi dalam waktu yang
lama, hal ini disebabkan oleh sebelum pementasan Wayang Bengkong diadakan suatu
pertemuan anggota keluarga untuk membahas serta melakukan persiapan sebelum
pementasan. Selain itu, Wayang Bengkong juga menambah jalinan tali persaudaraan
antar anggota keluarga pemiliknya. Tali persaudaraan keluarga tidak akan pernah
putus, hal ini disebabkan oleh generasi selanjutnya pemain Wayang Bengkong akan
melibatkan anggota keluarga dalam satu kerabat ini.
Memberikan fungsi
ekonomi bagi keluarga pemilik wayang bengkong
Keberadaan Wayang Bengkong yang telah lama dalam keluarga
pemilik memberikan dukungan ekonomi bagi keluarganya. Upah hasil pementasan
dirasa cukup lumayan bagi keluarga mereka yang mayoritas sebagai petani dimana
harga dari pementasan Wayang Bengkong separuh harga dari pementasan wayang
kulit. Walaupun memang tidak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan bagi
keluarga pemilik, namun keluarga mengakui dengan adanya pementasan Wayang
Bengkong cukup membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil dari
pementasan itu tidak dimiliki penuh oleh keluarga pemain Wayang Bengkong akan
tetapi dibagi-bagi untuk anggota keluarga lainnya dalam satu kerabat ini
khususnya bagi anak yang masih kecil.
Proses Pewarisan
Wayang Bengkong yang dilakukan oleh Keluarga Pemilik Wayang Bengkong
Cara Pewarisan
Wayang Bengkong
Proses pengalihan pengetahuan dan ketrampilan tentang Wayang Bengkong dari
orang tua kepada anaknya lebih banyak dilakukan secara lisan. Menurut Sumardjo
(dalam Rochmat, 2013:34) dalam budaya rakyat, tidak dikenal sistem
pengawetan berupa pendokumentasian. Seni
rakyat diwariskan secara lisan (oral
tradition) dari generasi ke generasi. Dokumentasi seni rakyat ada di
masyarakat hanya dalam masa tertentu. Setiap lokal dapat mengembangkan sendiri
tafsirannya atas warisan seni generasi sebelumnya seperti halnya yang terjadi
di kesenian Wayang Bengkong.Adapun strategi cara pewarisan yang telah dilakukan
oleh keluarga pemilik wayang agar
kesenian Wayang Bengkong tetap hidup sebagai berikut :
Melalui Narasi
Lisan
Dalam proses pewarisan kebudayaan, khususnya pewarisan
kesenian Wayang Bengkong didalam keluarga pemilik wayang dapat diartikan
merupakan proses pengalihan pengetahuan dan ketrampilan dalam memainkan wayang
sebagai dalang maupun sebagai panjak dari generasi tua kepada generasi muda
dalam lingkungan keluarga pemilik Wayang Bengkong. Cara pewarisannya tidak
serta merta berlangsung secara instan melainkan melalui proses belajar. Proses
pewarisan ini tidak dilakukan melalui pembelajaran yang spesifik, melainkan
melalui pengalaman sehari-hari, pengamatan serta narasi lisan atau dongeng
leluhur.
Kesenian Wayang Bengkong diwariskan secara lisan oleh orang
tua kepada anaknya dengan langsung melihat, mendengar, meniru dan melakukannya.
Anak harus mampu menyerap dan memahami apa yang diajarkan oleh orang tuanya.
Proses sosialisasi terjadi interaksi antara generasi tua kepada generasi muda
anggota keluarga pemilik wayang untuk dapat mempertahankan kelanggengan
kesenian wayang langka ini.
Dari cerita mulut ke mulut oleh keluarganya serta mengamati
pada saat pentas, anak akan mendapatkan pandangan serta nilai-nilai sosial
dalam keluarga untuk bertindak dilingkungan masyarakat. Anak akan mulai
mengerti dan memahami tentang pola-pola hidup dalam keluarga pemilik Wayang
Bengkong. Keluarga pemilik wayang baik itu yang menjadi pemain wayang maupun
yang tidak menjadi pemain Wayang Bengkong, mempunyai peran yang sama dalam proses
pewarisan Wayang Bengkong, walaupun orang tua si anak tidak menjadi pemain
dalam Wayang Bengkong tetap memberikan pengetahuan atau tindakan yang membentuk
karakter bagi anak tersebut.
Melalui Pementasan
Wayang Bengkong
Proses pewarisan selanjutnya yang dilakukan oleh generasi
tua keluarga pemilik wayang kepada generasi muda keluarga pemilik wayang yaitu
melalui keikutsertaannya di dalam pementasan Wayang Bengkong. Pementasan Wayang
Bengkong pada dasarnya masih berpegang kepada pola pementasan wayang pada
umumnya, yang pada intinya pertunjukkan wayang bukan hanya sebagai hiburan
semata melainkan pencerminan dari kehidupan nyata yang berisi nilai-nilai kehidupan
yang luhur. Hal yang membedakan yaitu :
Alur Cerita dalam
Pementasan Wayang Bengkong
Dalam pementasan
Wayang Bengkong dalang tidak akan bercerita tentang tokoh pewayangan maupun
Mahabarata Ramayana. Dalang akan bercerita tentang nadzar atau keperluan dari
penanggap Wayang Bengkong. Hal ini didasari karena Wayang Bengkong merupakan
wayang perkaulan yaitu wayang yang ditanggap karena adanya suatu hajat dari
yang punya hajat atau keperluan. Dalang tidak mempunyai naskah cerita yang
pakem, melainkan dalang akan bercerita sesuai dengan narasi cerita kehendak
dari yang punya hajat. Dalam pementasan dalang Wayang Bengkong mempunyai peran
yang sangat penting dalam kesuksesan pertunjukkan, karena dalang akan secara
otodidak menyusun kata-kata dengan bahasanya sendiri untuk menceritakan dalam
pementasan Wayang Bengkong.
Acara pementasan sebelum dimulai, dalang beserta yang punya
hajat akan duduk berdampingan di tempat pementasan Wayang Bengkong. Dalang akan
bertanya kepada yang punya hajat alasan mengapa Wayang Bengkong diundang dalam
acaranya. Cerita yang disajikan sesuai dengan narasi dari yang punya hajat,
cerita yang terakhir pada saat tokoh Mbah
Semar keluar, dalang akan memberikan wejangan
atau nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Pementasan wayang ini sesuai dengan
tujuan pertunjukan kesenian wayang di Indonesia, bukan sekedar tontonan seni
jawa melainkan juga sebagai tuntutan kita sebagai manusia dalam bertindak dan
berperilaku di dalam kehidupan.
Durasi Waktu dalam
Pementasan Wayang Bengkong
Durasi waktu dalam pementasan Wayang Bengkong hanya
berdurasi kurang lebih tiga puluh menit.Berbeda dengan pertunjukkan wayang
kulit pada umumnya yang membutuhkan waktu berjam-jam bahkan semalam suntuk.
Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama dalam pertunjukkan wayang ini karena
wayang ini hanya sebagai acara pembuka atau open
ceremonial dari sebuah acara.
Pemain dan Tokoh
Wayang dalam Pementasan
Dalam pementasan Wayang Bengkong melibatkan lima pemain
wayang, yaitu seorang dalang dan empat orang panjak. Dalang bertugas mengatur
jalannya pertunjukan wayang secara keseluruhan, sedangkan empat orang panjak
akan mengiringi dalang dalam bercerita melalui iringan musik yang menyerupai
gamelan yang dilantunkan oleh masing-masing panjak melalui suaranya
masing-masing menggunakan mulut. Setiap panjak akan melantunkan suaranya
masing-masing dengan suara yang berbeda sehingga akan menghasilkan sebuah
alunan musik yang menyerupai gamelan yang mengiringi dalam pementasan wayang
pada umumnya.
Tokoh wayang dalam Wayang Bengkong terdiri dari tiga wayang,
yaitu Mbah Semar, Den Panji dan
Sri.Tiga wayang ini terbuat dari kayu yang ditatah pipih dengan dua
dimensi.Ketiga wayang ini mempunyai perawatan khusus dari keluarga pemilik
Wayang Bengkong, khususnya wayang dengan tokoh Mbah Semar. Setiap malam Jum’at wayang akan menerima proses ritual
yang berupa penjamasan wayang dengan menggunakan dupa dan kemenyan oleh anggota
keluarga yang bertugas merawat wayang yaitu Bapak Kusnadi.
Keyakinan yang tumbuh dalam keluarga pemilik wayang bahwa
tokoh wayang Mbah Semar bukan
sembarang tokoh wayang pada umumnya. Keluarga meyakini di dalam wayang bahwa
adanya roh yang bersemanyam ditokoh Mbah
Semar. Wayang juga tidak boleh dibuka oleh sembarang orang kecuali yang
bertugas menjadi perawat wayang itu sendiri. Keluarga pemilik wayang juga tidak
akan melihat Wayang Bengkong ini selain dimainkan dalam pementasan. Wujud dari
tokoh Mbah Semar yang berbeda dengan tokoh dipewayangan pada umumnya menjadi
keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Wayang Bengkong.
Perlengkapan dalam
Pementasan Wayang Bengkong
Perlengkapan dalam pementasan Wayang Bengkong khususnya
setting panggung tidak seperti pertunjukan wayang kulit yang ditata dengan
menggunakan konsep pentas yang terdiri dari layar putih berupa kain putih
(Putra, 1990 : 53). Pementasan Wayang Bengkong hanya menggunakan sebatang
pisang dengan ukuran panjang kurang lebih satu meter yang sudah ditata rapi
sebagai media untuk menancapkan wayang. Pementasan wayang ini juga tidak
memerlukan alat musik yang berupa gamelan. Alunan musik dalam pementasan wayang
ini menggunakan suara empat orang panjak
Sistem Perekrutan
Pemain Wayang Bengkong
Sistem pekrekutan ini bertujuan agar pemain Wayang Bengkong
dari generasi tua ke generasi muda tetap aktif dalam mengupayakan eksistensi
satu-satunya kesenian wayang langka yang dimiliki Kabupaten Rembang. Dalam
proses pekrekutan pemain Wayang Bengkong, dibutuhkan partisipasi generasi muda
sebagai generasi penerus kesenian. Adapun sistem perekrutan dalam pemain Wayang
Bengkong dibagi menjadi dua, yaitu sebagai dalang dan sebagai panjak.
Dalang
Dalang adalah tokoh utama dalam pementasan kesenian wayang.
Dalang bertugas penutur kisah, pemimpin suara gamelan yang mengiringi, yang
mengajak memahami suasana pada saat tertentu, dan diatas segalanya itu dalang
adalah pemberi jiwa pada boneka wayang. Dalam pemain kesenian Wayang Bengkong
dalang adalah anggota keluarga pemilik Wayang Bengkong yang dijadikan sesepuh
oleh keluarga besarnya.
Secara tradisional, pengetahuan pedalangan diwariskan dari
bapak kepada anaknya, termasuk sifat-sifat batin atau lebih dikenal dengan
keturunan dalang. (Balaga, 2005 : 17). Dalang dalam pemain Wayang Bengkong
termasuk dari keturunan dalang, yaitu orang tersebut (Bapak Kamin) dari
generasi-generasi dalang, bapaknya (Joyo Jiman) seorang dalang, kakeknya (Karto
Kasan) seorang dalang dan buyutnya
(Abruk) juga seorang dalang. Profesi sebagai dalang dalam keluarga pemilik
Wayang Bengkong berlaku untuk seumur hidup. Pergantian pemain atau regerasi
dalang akan dilakukan jika seorang dalang sudah tidak mampu lagi untuk
mendalang yang disebabkan oleh faktor usia, disamping itu juga diyakini dalang
akan berhenti mendalang jika mendapat wahyu
atau petunjuk untuk melakukan regenarasi dalang di keluarga pemilik Wayang
Bengkong.
Panjak
Panjak dalam pemain Wayang Bengkong bertugas mengiringi
dalang dalam pementasan dengan alunan musik seperti gamelan yang menggunakan
irama suara dari mulut.Masing-masing pemain panjak yang berjumlah 4 pemain
memainkan suaranya masing-masing dengan suara yang berbeda sehingga
menghasilkan irama seperti gamelan. Dalam proses perekrutan atau regenerasi
pemain panjak dalam keluarga pemilik Wayang Bengkong sama halnya dengan
regenerasi dalang yaitu dengan proses sosialisasi.
Regenerasi pemain panjak dilakukan oleh generasi tua pemain
Wayang Bengkong dengan cara memberikan tawaran kepada anak, seringnya
keikutsertaan anak pada pementasan wayang serta keturunan atau hubungan dekat
dengan generasi tua sebagai pemain. Relasi yang dimiliki antara generasi tua
yang menjadi pemain dengan generasi muda juga berpengaruh dengan kepercayaan,
dimana seseorang tersebut dianggap memiliki kemampuan dan kemauan untuk belajar
menjadi pemain Wayang Bengkong khususnya panjak.
Peran Anggota
Keluarga dalam Pewarisan Wayang Bengkong
Peran anggota keluarga pemilik wayang dapat dilihat secara
horizontal. Dimana antara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama
dalam mewariskan kesenian wayang kepada anak, namun peran yang dimiliki antara
anggota keluarga laki-laki dan perempuan berbeda. Pembedaan peran dalam
keluarga pemilik Wayang Bengkong tidak menunjukkan perbedaan secara vertikal
dimana ada yang menduduki kelas tinggi dan kelas rendah, namun masing-masing
menduduki status sosial yang sama dengan peranan yang berbeda.
Laki-laki
Anggota keluarga laki-laki dalam keluarga pemilik Wayang
Bengkong lebih ditekankan untuk ikut serta dalam pementasan Wayang Bengkong,
yaitu membantu dalam persiapan pementasan serta sebagai penonton. Proses
sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua dalam mengenalkan kesenian wayang
lebih diutamakan kepada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Perempuan
Perempuan dalam anggota keluarga pemilik wayang walaupun
tidak menjadi pemain tetap memiliki peran yang sama dalam proses pewarisan
Wayang Bengkong. Sosialisasi yang dilakukan orang tua kepada anak perempuan
lebih ditekankan kepada keikutsertaan dalam persiapan pementasan dan setelah
melakukan pementasan.Sebelum pementasan wayang, diperlukan perlengkapan yang
harus dipenuhi yaitu membuat sesajen.Ini yang menjadi tugas dan peran perempuan
untuk menyiapkan perlengkapan sesajen atau abu rampen.
Peran antara laki-laki dan perempuan sebagai orang tua dalam
keluarga pemilik Wayang Bengkong adalah sama, mereka mempunyai peranan dan
tugas yang sama dalam mengenalkan semua tentang kesenian Wayang Bengkong kepada
anak. Orang tua dalam mengenalkan kesenian Wayang Bengkong kepada anak
laki-laki dan anak perempuan diberikan penekanan yag berbeda.
Hambatan yang
dialami oleh Keluarga Pemilik Wayang Bengkong dalam Proses Pewarisan dan Upaya
Keluarga Pemilik Wayang Bengkong dalam Menghadapinya
1. Hambatan
Pada pewarisan Wayang Bengkong hambatan yang dialami oleh
keluarga pemilik wayang bukan saja berasal dari keluarga sendiri melainkan dari
faktor luar seperti masyarakat dan pemerintah setempat. Berikut
hambatan-hambatan yang dialami dalam proses pewarisan Wayang Bengkong :
Rendahnya Minat
Generasi Muda di Keluarga Pemilik Wayang Bengkong
Perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin modern
menyebabkan banyaknya informasi yang masuk di kalangan masyarakat mempengaruhi
selera remaja dan anak-anak di keluarga pemilik wayang terhadap kesenian lokal.
Masuknya budaya asing di Indonesia seperti Korea, India, Jepang dan beberapa
negara barat menyebabkan kaum muda di Indonesia terutama di keluarga pemilik
Wayang Bengkong menggemari kesenian modern daripada kesenian lokal terutama
Wayang Bengkong.
Kurangnya
Perhatian Pemerintah terhadap Kesenian Wayang Bengkong
Perhatian dan dukungan dari pemerintah, terutama Pemerintah
Daerah Kabupaten Rembang merupakan faktor penting dalam perkembangan kesenian
Wayang Bengkong.Hambatan yang selama ini masih dialami oleh keluarga pemilik
wayang yaitu belum adanya perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang
tentang pengembangan kesenian Wayang Bengkong di Desa Kajar.
Masyarakat Kurang
Antusias terhadap Kesenian Wayang Bengkong
Masyarakat sebagai pendukung kebudayaan mempunyai andil
dalam perkembangan kesenian Wayang Bengkong. Tanpa adanya masyarakat yang
mendukung sebuah kebudayaan, kebudayaan tersebut akan berangsur-angsur hilang
dengan sendirinya. Sikap dari masyarakat khususnya yang berada di sekitar Desa
Kajar yang kurang antusias terhadap kesenian ini akan menghambat dalam proses
pewarisan Wayang Bengkong, yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan
eksistensi kesenian wayang langka ini. Masyarakat yang memiliki profesi
tertentu khususnya pegawai kurang memiliki waktu luang, sehingga jarang
menyaksikan pementasan.
2. Upaya yang dilakukan Pemilik Wayang Bengkong dalam
Menghadapi Hambatan
Menumbuhkan
Kesadaran Generasi Muda Keluarga Pemilik Wayang Bengkong
Upaya yang dilakukan untuk menghapi hambatan dalam proses
pewarisan yaitu dengan memberikan motivasi minat dan kesadaran generasi muda di
keluarga pemilik wayang akan pentingnya menjaga eksistensi kesenian lokal.
Keluarga mempunyai strategi dalam menumbuh kembangkan minat generasi muda yaitu
dengan cara mengadakan pertemuan rutin di keluarga pemilik wayang. Dalang sebagai
sesepuh akan mengkoordinir seluruh anggota keluarga melalui orang tua. Orang
tua kemudian memberikan pengarahan kepada anak-anaknya mengenai kelestarian
Wayang Bengkong.
Strategi lain yang dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan
kualitas pemain Wayang Bengkong, terutama penggunaan bahasa dengan menggunakan
bahasa yang lebih dipahami oleh generasi muda dalam pementasan Wayang Bengkong.
Mengubah penggunaan bahasa yang digunakan oleh dalang dari bahasa krama alus menjadi bahasa krama madya bertujuan untuk memenuhi
selera generasi muda serta mengembangkan kesenian wayang langka ini sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Memperkenalkan
Kepada Pemerintah Tentang Kesenian Wayang Bengkong
Dalam mempertahankan kesenian tradisional suatu daerah perlu
adanya kerja sama dan dukungan dari pemerintah setempat untuk menjaga
kelestarian kesenian lokal tersebut. Dukungan dari pemerintah setempat
khususnya Pemerintah Daerah Rembang akan menambah publikasi kepada masyarakat
luas tentang keberadaaan Wayang Bengkong
Mengadakan
Kerjasama dengan Sejarawan dan Budayawan
Peran dari sejarawan dan budayawan Lasem sangat membantu
dalam mengenalkan kesenian Wayang Bengkong kepada masyarakat luas.Minimnya
informasi tentang keberadaan kesenian wayang langka ini membuat masyarakat
belum mengetahui adanya kesenian lokal tersebut.Pihak keluarga pemilik wayang
sudah menyadari dengan adanya dukungan dari kelompok sejarawan dan budayawan
setempat membantu mereka dalam melestarikan kesenian.
Pewarisan kesenian Wayang Bengkong ini dalam proses
sosialisasi melalui dua tahap, yaitu primer dan sekunder, seperti yang
dijelaskan oleh Berger dan Luckman (1990:185-210) bahwa proses sosialisasi
pertama yang dilalui oleh seseorang adalah sosialisasi primer kemudian
sosialisasi sekuder. Sosialisasi primer dalam proses pewarisan melalui
keluarga. Orang tua mengenalkan kesenian Wayang Bengkong kepada anak melalui
pola pengasuhan. Anak diberikan pengetahuan serta wawasan dengan cara narasi
lisan yaitu cerita dari mulut ke mulut dari generasi tua pemilik wayang kepada
generasi muda yaitu anak, dilakukan dengan cara sistem perekrutan pemain Wayang
Bengkong menjadi dalang dan panjak, dan pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan sebagai anggota keluarga pemilik wayang. Proses pewarisan seperti ini
didapatkan dari keluarga. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil yang
membawa pengaruh besar serta menjadi tempat sosialisasi pertama bagi anak dalam
mengenal Wayang Bengkong.
Sosialisasi sekunder dalam pewarisan Wayang Bengkong melalui
masyarakat.Masyarakat serta teman bermain anak menjadi tempat kedua anak dalam
mengenali lingkungannya, sehingga lingkungan luar juga mempengaruhi kepribadian
anak. Dalam sosialisasi ini, anak menyadari bahwa dunia keluarga bukan
satu-satunya yang diinternalisasikan dalam menghadapi proses kehidupan. Proses
pewarisan Wayang Bengkong dalam sosialisasi sekunder melalui pementasan Wayang
Bengkong. Dalam pementasan, anak dapat memahami lebih jelas akan kesenian yang
dimiliki oleh keluarganya.
Pementasan Wayang Bengkong mengenalkan anak ke dalam
lingkungan masyarakat.Keikutsertaan anak dalam pementasan Wayang Bengkong
sebagai penonton maupun ikut serta dalam mempersiapkan perlengkapan pementasan,
mengajari anak untuk berinteraksi dengan masyarakat. Peran masyarakat sendiri
dalam proses pewarisan dengan cara keikutsertaan dalam melestarikan kesenian
Wayang Bengkong. Perkembangan zaman yang modern menghasilkan budaya baru yang
hidup di lingkungan masyarakat, jika tidak disikapi secara bijak oleh
masyarakat akan menghambat proses pewarisan Wayang Bengkong. Anak akan mudah
mengikuti perkembangan zaman jika didukung oleh lingkungan di sekitarnya
termasuk masyarakat.
Proses sosialisasi dalam penelitian ini mengarah kepada anak
sebagai generasi penerus kesenian Wayang Bengkong, anak sebagai anggota baru
harus mempelajari peranan-peranan yang ada dalam masyarakat. Dalam proses ini
anak belajar untuk mengetahui peranan yang harus dijalankannya serta peranan
yang harus dijalankan orang lain. Penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat
ini, pewarisan kesenian Wayang Bengkong tidak akan pernah terputus karena
adanya peran anak sebagai generasi muda yang akan melanjutkan kesenian wayang
langka yang sudah berumur ratusan tahun ini.
PENUTUP
Pada artikel penelitian ini disampaikan tiga hal yaitu (1) keberadaan
kesenian Wayang Bengkong memberikan fungsi bagi keluarga pemilik Wayang
Bengkong yaitu menjadi media dalam pewarisan nilai-nilai kearifan lokal
dalam keluarga pemilik wayang, mempererat tali silaturrahmi di
keluarga pemilik wayang.dan memberikan fungsi ekonomi bagi keluarga pemilik
Wayang Bengkong. Hasil penelitian selanjutnya yaitu 2) Proses pewarisan Wayang
Bengkong yang dilakukan oleh keluarga pemilik Wayang Bengkong adalah cara
pewarisan dilakukan melalui narasi lisan dan
melalui pementasan Wayang Bengkong,cara selanjutnya dengan sistem perekrutan Wayang Bengkongdibagi menjadi dua yaitu
dalang dan panjak, yang terakhir yaitu peran anggota keluarga laki dalam proses
pewarisan lebih besar dibandingkan dengan peran perempuan. Hasil Penelitian
terakhir, 3) Hambatan dan upaya yang dialami oleh keluarga pemilik Wayang
Bengkong dalam proses pewarisan. Hambatan yang dialami, yaitu
rendahnya minat generasi muda keluarga pemilik wayang, kurangnya
perhatian dari pemerintah dan masyarakat kurang
antusias, minimnya informasi dan promosi tentang kesenian ini membuat
masyarakat tidak mengenali keberadaan Wayang Bengkong. Upaya yang dilakukan meliputi menumbuhkan
kesadaran generasi muda keluarga pemilik wayang akan pentingnya melestarikan
kesenian Wayang Bengkong yang dimiliki oleh keluarganya, memperkenalkan
kepada pemerintah daerah agar diberikan dukungan serta perhatian khusus dan
mengadakan kerja sama dengan sejarawan dan budayawan agar kesenian ini lebih
dikenali oleh masyarakat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam penyusunan artikel ini tidak lepas peran dari berbagai
pihak yang turut mendukung, membimbing dan bekerja sama sehingga penelitian ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Masyarakat Desa Kajar yang telah berkenan memberikan ijin
penelitian kepada penulis, sehingga dapat melaksanakan penelitian dan
penyusunan artikel dengan baik.
2. Keluarga pemilik Wayang Bengkong yang telah berkenan
membantu dan memberikan data hasil wawancara, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian.
Semoga
segala bantuan dan kebaikan tersebut mendapat limpahan balasan dari Allah SWT.
Akhir kata, semoga apa yang ada dalam artikel ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
DAFTAR RUJUKAN
Balaga, Sonja. 2005. ‘Pembelajaran
Pedalangan : Mencari Jiwa Wayang’. Yogyakarta: UMS
Putra, Heddy Shri Ahimsa Putra,
dkk.1999. Ketika Orang Jawa Nyeni.Yogyakarta
: Galang Press
Rochmat, Nur. 2013. 'Pewarisan Tari
Topeng Gaya Dermayon : Studi Kasus Gaya Rasinah’. Jurnal Resital. Vol 14 No 1 Hal 33
Soemardjo, Jakob, dkk. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia; pelacakan
Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-artefak kebudayaan Indonesia.Yogyakarta
:Qalam
Sunarto. 2013. ‘Leather Puppet in
Javanese Ritual Ceremony’. Internatioal
Refereed Research Journal Of Arts, Science & Commerce. Vol-VI Hal 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar